Gambar: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU

RAPBN 2025: Peralihan Dan Kesinambungan

Sabtu, 17 Agu 2024

Pemerintahan kabinet Joko Widodo telah secara resmi mengumumkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun anggaran 2025 melalui tradisi tahunan Nota Keuangan. Terdapat dua narasi utama yang menjadi ciri khas RAPBN kali ini: transisi dan keberlanjutan.

Dengan mengusung jargon 'Keberlanjutan' yang disampaikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden mendatang, Jokowi melalui kabinetnya merancang proses transisi yang lebih mulus.

Berbeda dengan transisi APBN pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke presiden selanjutnya, Jokowi memberikan kesempatan koordinasi yang lebih luas kepada tim Prabowo dalam perencanaan fiskal. Ini merupakan pendekatan yang berbeda dari proses sebelumnya, di mana pemerintah yang sedang menjabat umumnya tidak melibatkan tim pemerintahan yang akan datang dalam penyusunan anggaran, tetapi memberikan ruang fiskal yang cukup bagi pemerintahan baru untuk memasukkan program-program prioritasnya.

Tradisi baru ini masih perlu dibuktikan efektivitasnya, apakah benar-benar memberikan dampak pembangunan yang berkelanjutan bagi negara atau justru memperkuat kekhawatiran mengenai politik anggaran yang dipenuhi dengan kepentingan. Kabinet Prabowo memiliki peran penting dalam menjawab pertanyaan ini.

Pertumbuhan di Tengah Stagnasi Ekonomi

Kabinet Jokowi telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen untuk tahun depan, yang sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi tahun ini yang mencapai 5,1 persen. Penetapan target ini dilakukan di tengah prediksi stagnasi perekonomian global. Terakhir, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan berada di angka 3,2 persen untuk tahun 2024 dan 2025, sama seperti kinerja pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2023.

Dalam pidatonya mengenai RUU APBN Tahun Anggaran 2025 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna, Jokowi menyatakan bahwa permintaan domestik akan menjadi pilar utama dalam mendukung perekonomian negara. Ia optimis bahwa strategi ini akan efektif, seiring dengan upaya Pemerintah dalam mengendalikan inflasi, menciptakan lapangan kerja, serta menyalurkan bantuan sosial dan subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat.

Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan adanya deflasi bulanan yang terjadi secara beruntun selama tiga bulan terakhir. Di satu sisi, deflasi dapat menjadi indikator bahwa pasokan di pasar cukup memadai sehingga harga tetap terjaga. Namun, di sisi lain, konsistensi deflasi dalam beberapa bulan terakhir menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat menurunkan kinerja permintaan.

Untuk menghadapi tantangan permintaan domestik, Presiden Jokowi menyatakan akan memprioritaskan peningkatan produk-produk dengan nilai tambah tinggi yang berorientasi pada ekspor serta memberikan dukungan melalui insentif fiskal. Sejalan dengan arahan tersebut, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Indonesia Maju menegaskan bahwa anggaran perlindungan sosial akan disalurkan kepada seluruh lapisan masyarakat, mulai dari yang miskin, rentan, kelas menengah, hingga yang kaya.

Asumsi makro 2025

Selain fokus pada pertumbuhan ekonomi, pemerintahan Jokowi juga menetapkan asumsi makro lainnya, di mana beberapa di antaranya tetap dalam batas yang telah disepakati dengan DPR dalam pembahasan awal RAPBN 2025, sementara asumsi lainnya melebihi kesepakatan tersebut.

Asumsi yang melebihi batas kesepakatan adalah mengenai nilai tukar rupiah. Jokowi mengumumkan bahwa nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada di sekitar Rp16.100 per dolar AS, yang lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yang berkisar antara Rp15.300 hingga Rp15.900 per dolar AS. Meskipun demikian, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tetap optimis bahwa rupiah akan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat di masa mendatang, didukung oleh imbal hasil (yield) yang menarik, inflasi yang terjaga, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.

Selanjutnya, asumsi suku bunga untuk Surat Berharga Negara (SBN) dengan jangka waktu 10 tahun dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 ditetapkan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan batas atas proyeksi sebelumnya, yaitu sebesar 7,1 persen dari rentang 6,9–7,2 persen.

Namun, asumsi makro lainnya tetap berada dalam batas aman sesuai dengan kesepakatan bersama DPR, seperti inflasi yang diperkirakan sebesar 2,5 persen dari rentang 1,5–3,5 persen.

Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diprediksi mencapai 82 dolar AS per barel, yang masih berada dalam rentang sebelumnya yaitu 75–85 dolar AS per barel. Selain itu, lifting minyak diperkirakan mencapai 600 ribu barel per hari, yang masih di bawah batas atas proyeksi sebelumnya sebesar 605 ribu barel per hari. Sementara itu, produksi gas bumi diperkirakan sedikit di atas batas bawah kesepakatan sebelumnya, yaitu 1,005 juta barel setara minyak per hari dari batas 1,003 juta barel setara minyak per hari.



Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Komentar