Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp

Mengoptimalkan Hilirisasi Untuk Mengejar Sasaran Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Senin, 18 Nov 2024

Dari atas panggung acara peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 yang diselenggarakan di Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keyakinannya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen dalam periode lima tahun mendatang (2024 - 2029) bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Dengan serius, Prabowo Subianto bahkan melakukan taruhan dengan beberapa menteri dari negara tetangga, yang namanya tidak disebutkan, mengenai pencapaian target pertumbuhan ekonomi tersebut.

Mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen bukanlah hal yang mudah, jauh dari sekadar membalikkan telapak tangan. Terlebih lagi, Presiden Prabowo Subianto memulai masa pemerintahannya dalam situasi di mana pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5 persen.

Pada kuartal terakhir, saat transisi kepemimpinan dari Presiden ke-7 RI Joko Widodo kepada Prabowo Subianto, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,95 persen secara tahunan.

Pemerintah menyadari adanya tantangan tersebut dan terus berupaya mendorong peningkatan investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, sebagai kunci untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Investasi yang dipacu tidak hanya berfokus pada eksplorasi sumber daya alam yang memiliki potensi, tetapi juga diarahkan untuk memberikan manfaat yang lebih besar melalui hilirisasi, yaitu proses pengolahan dan transformasi bahan baku atau sumber daya alam menjadi produk akhir yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

Pemerintahan Prabowo Subianto menjadikan hilirisasi sebagai salah satu aspek penting yang perlu ditangani secara khusus. Hal ini terlihat dari perombakan struktural di kementerian terkait, yang mengubah Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.

Hilirisasi bukanlah konsep baru yang diperkenalkan oleh pemerintahan saat ini. Pada masa kepemimpinan Joko Widodo, khususnya pada periode kedua (2019 - 2024), hilirisasi sumber daya alam juga menjadi langkah strategis yang diambil oleh pemerintah saat itu.

Contohnya adalah hilirisasi nikel yang dilaksanakan melalui kebijakan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020. Kebijakan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan nilai tambah secara ekonomi.

Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menginformasikan bahwa nilai ekspor nikel pada saat diberlakukannya larangan ekspor mencapai 3 miliar dolar AS. Namun, pada bulan Desember 2023, nilai ekspor nikel beserta produk turunannya mengalami peningkatan signifikan menjadi 33 miliar dolar AS, berkat proses hilirisasi yang dilakukan.

"Dari sini, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan nilai tambah sebesar 10 kali lipat atau sekitar seribu persen," ungkap Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM dalam acara Executive Forum yang bertema "Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan di Indonesia" yang berlangsung di Jakarta pada hari Senin, 18 November 2024.

Kebijakan hilirisasi ini kemudian diikuti dengan larangan ekspor bauksit yang diterapkan pada bulan Juni 2023, dan ke depannya, kebijakan serupa dapat diterapkan pada tembaga serta mineral mentah lainnya.

Target Investasi

Pemerintah Indonesia saat ini telah menetapkan target investasi yang sangat ambisius, yaitu sebesar Rp13.528 triliun, dengan proyeksi penyerapan tenaga kerja mencapai 3,4 juta orang.

Edi Junaedi menyatakan bahwa target investasi yang ditentukan cukup tinggi, mengingat investasi merupakan salah satu pendorong utama ekonomi yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, target pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan dapat tercapai pada tahun 2027, ketika nilai investasi mencapai Rp2.681 triliun.

Hingga Triwulan III tahun 2024, nilai investasi yang telah terealisasi mencapai Rp1.261,43 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,8 juta orang.

Sebagian besar investor lebih memilih untuk menanamkan modal di luar Pulau Jawa, dengan total nilai mencapai Rp635 triliun (50,24 persen), sementara di Pulau Jawa mencapai Rp636,43 triliun (49,66 persen).

Tren pertumbuhan ini memberikan harapan positif bagi pemerintah, karena pusat-pusat investasi baru mulai bermunculan di luar Pulau Jawa, seperti di Maluku Utara, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan daerah lainnya.

Berdasarkan catatan statistik, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pernah mencapai angka 28 persen, yang menimbulkan rasa optimisme di antara kami," kata Edi.

Fokus utama dalam upaya mencapai target pertumbuhan investasi selama lima tahun ke depan adalah pada hilirisasi, guna meningkatkan nilai tambah secara signifikan.

Saat ini, kontribusi hilirisasi terhadap realisasi investasi setiap triwulan masih berkisar antara 20 hingga 22 persen.

Angka tersebut masih jauh dari kondisi ideal, di mana komposisi hilirisasi seharusnya minimal mencapai 50 persen untuk memenuhi target investasi yang telah ditetapkan.

"Ini merupakan tantangan bagi kami di kementerian untuk meningkatkan komposisi ini seiring berjalannya waktu," tambahnya.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Komentar