Dok: PTPN IV

PTPN Memperkuat Ekspor Karet Alam Berkelanjutan Guna Menghadapi Tantangan EUDR

Selasa, 09 Jul 2024

PT Perkebunan Nusantara IV, anak Perusahaan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), telah sukses melakukan pengiriman perdana karet alam berkelanjutan yang telah melalui proses due diligence sesuai aturan bebas deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestration Regulation/EUDR). Karet Standard Indonesian Rubber (SIR) produksi PTPN Group akan menjadi bahan baku berbagai produk seperti ban yang akan diekspor ke Uni Eropa. Pengiriman perdana dilakukan di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, pada Selasa (9/7).

Sebelumnya, produk karet alam produksi PTPN Group telah mendapatkan berbagai sertifikasi seperti ISO 9001:2015, ISO 14001:2015, RubberWay dan EcoVadis. Hal ini menunjukkan bahwa PTPN Group telah melakukan praktik-praktik budidaya karet alam yang berkelanjutan.

Sistem manajemen perusahaan yang telah menerapkan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) juga mempermudah proses pemenuhan kriteria due diligence EUDR pada produk karet milik PTPN Group.

Menghadapi Hambatan Implementasi EUDR

EUDR adalah inisiatif baru Uni Eropa untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan pertanian di seluruh dunia pada beberapa komoditas seperti kelapa sawit, karet, kopi, kakao, kedelai, kayu, hingga daging. EUDR akan diimplementasikan pada Januari 2025 untuk perusahaan besar dan pertengahan tahun 2025 untuk produk petani rakyat.

Pada komoditas karet, aturan ini akan berpengaruh pada 11 juta hektar perkebunan karet di seluruh dunia. Hal ini perlu diantisipasi oleh Indonesia, pasalnya Indonesia adalah produsen karet alam nomor dua di dunia setelah Thailand.

Bagi perusahaan besar seperti PTPN Group, proses due diligence EUDR bukan menjadi masalah besar. Kebun karet PTPN sudah berkali-kali disertifikasi oleh berbagai pihak dan telah menerapkan sistem traceability atau ketertelusuran yang terintegrasi dalam skema e-farming.

“Ini menjadi keuntungan tersendiri bagi PTPN karena produk karet kita mampu telusur sebab berasal dari kebun sendiri,” ungkap Dwi Sutoro, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara.

Pengolahan karet alam di PTPN Group pun telah mengikuti standar baku internasional. PTPN Group sendiri mampu memproduksi karet alam sebesar 153 ribu ton per tahun, dengan 41 ribu ton diantaranya dihasilkan di Sumatera Utara dan sisanya berasal dari wilayah lain. Saat ini, total kontrak penjualan karet alam di PTPN Group yang harus lolos compliance EUDR adalah sebesar 5,3 ribu ton dan berpotensi naik dengan jumlah besar.

Dwi Sutoro menyatakan bahwa karet alam PTPN diminati langsung oleh pabrikan ban terkemuka dunia asal Uni Eropa, seperti Michelin dan Gajah Tunggal sebagai pabrikan lokal yang mengekspor produknya ke Uni Eropa. Sekitar 70% dari produksi karet alam dunia digunakan untuk industri ban. Oleh karena itu, PTPN Group bersama beberapa produsen ban telah memulai pilot implementasi aturan due diligence EUDR untuk komoditas karet, yang akan diolah menjadi produk ban dan dijual di pasar Eropa.

Menurutnya, komitmen terhadap EUDR adalah langkah besar yang menunjukkan keseriusan perusahaan dalam menerapkan praktik budidaya perkebunan yang berkelanjutan. Dwi Sutoro menegaskan bahwa kebun yang dikelola oleh PTPN Group memenuhi standar sustainability global. Selain itu, PTPN Group juga bekerja sama dengan petani dan pekebun rakyat untuk menerapkan standar yang sama.

Namun, perlu diperhatikan bahwa implementasi dan verifikasi regulasi ini memiliki tantangan tersendiri. Memastikan kepatuhan di seluruh rantai pasokan yang kompleks dan tersebar luas memerlukan sistem pengawasan yang canggih dan biaya tinggi. Beberapa pihak masih meragukan efektivitas mekanisme verifikasi yang ada untuk memastikan bahwa karet yang diekspor ke Uni Eropa benar-benar bebas dari deforestasi.

Oleh karena itu, di tingkat nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah mengoordinasikan berbagai pihak untuk membangun sistem nasional guna memverifikasi bahwa penanaman karet dan komoditas strategis lain yang terdampak di suatu daerah dapat dibuktikan secara sah dan legal, serta aktual jika tidak berada dalam Kawasan hutan versi Pemerintah Indonesia, dan memiliki sistem yang dapat dilacak dari hulu ke hilir.

Sehingga, upaya diplomasi dalam menyamakan pemahaman regulasi, serta meningkatkan keberterimaan upaya Pemerintah Indonesia selama ini untuk menjawab hal tersebut menjadi fokus utama kita semua.

"Kita juga terus mendorong kerjasama kawasan untuk menghadapi tantangan implementasi EUDR ini. Lebih dari 75% karet alam global diproduksi di Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai produsen terbesar kedua di dunia setelah Thailand," ujar Dwi Sutoro.

Sejak tahun 2001, Indonesia, Thailand, dan Malaysia sebagai negara produsen karet alam utama di dunia membentuk International Tripartite Rubber Council (ITRC). Indonesia terus mengajak dua negara anggota ITRC lainnya untuk melindungi petani karet dan menyusun langkah bersama mengatasi berbagai persoalan karet alam.

Penting untuk memberikan perhatian dan dukungan kepada pekebun rakyat

Dwi Sutoro menekankan pentingnya fokus pada budidaya komoditas pada petani rakyat saat ini. Data dari Kementerian Pertanian dalam Outlook Komoditas Perkebunan Karet menunjukkan bahwa 87% luas areal kebun karet di Indonesia dimiliki oleh perkebunan rakyat, diikuti oleh perusahaan besar swasta sebesar 7,5% dan perusahaan besar negara sebesar 5,5%.

"PTPN Group bersama dengan perusahaan swasta harus memberikan dukungan yang lebih besar terhadap perkebunan rakyat. Terutama dalam menghadapi tantangan EUDR dengan peraturan yang ketat, semua pihak harus bersatu untuk mendukung perkebunan rakyat," ungkapnya.

Regulasi ini dapat menambah beban administratif dan keuangan bagi petani kecil yang mayoritasnya menghasilkan karet alam. Mereka seringkali tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi persyaratan baru yang diterapkan oleh regulasi, seperti pelacakan asal-usul karet dan kepatuhan terhadap standar keberlanjutan yang ketat. Hal ini dapat menyulitkan mereka untuk tetap beroperasi atau beralih ke pasar yang tidak diatur yang mungkin lebih fleksibel terhadap deforestasi.

"Ayo kita bersatu, mempromosikan produk perkebunan Indonesia yang berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menjaga keberlanjutan bisnis ini untuk generasi mendatang," tegasnya.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Komentar